Selasa, 07 April 2009

School Bullying

Kawan, kali ini aku ingin mengajakmu menilik cela pada organ pendidikan di negri terkasih ini. Tentang fenomena tindak kekerasan di institusi pendidikan namun yang dibahas bukan kekerasan yang sudah tersistematik seperti kasus di IPDN dan akademi (ala) militerianisme. Kalau yang seperti itu, mereka sudah berasumsi bahwa kedisiplinan, keteraturan dan kepatuhan pada peraturan hanya bisa ditempuh dengan pressure fisik. Jika orang awam yang menilai, itu sama artinya dengan kekejaman yang sudah tentu semua setuju bahwa pressure itu akan mempengaruhi mahasiswa secara psikologis. (wajar mungkin ya, lulusan SMA bisa dibodohi dengan pendidikan yang tidak memanusiakan manusia, non humanistik). Hehe..guyonan apa pula di abad 21 ini. Berhenti sampai disini, karena bukan fenomena jenis ini yang basi untuk diulas, tapi tampilan diatas hanya sebagai pengantar bahwa ternyata kejahatan itu juga ada di sekolah. Ya, faktanya kekerasan dan penindasan pada pihak yang dianggap lemah ada dimana pun, dengan jangka waktu tidak tak terbatas, sejak semua makhluk mengawali hari dengan kesadaran dari tidur, membuka mata.

Berita yang hangat secara teratur beredar di media akhir-akhir ini adalah kasus kekerasan antar teman. Lebih dikenal dengan istilah bullying. Peristiwa semacam ini sudah menjadi trend yang sudah lama terjadi di belahan negara lain, di luar negeri sana. Isu berbau SARA menjadi salah satu pemicunya, rasisme (black or white). Bagaimana di Indonesia? Apakah karena perkembangan media yang makin canggih, hingga kasus per kasus bisa terungkap keluar, apakah sebenarnya tindak kekerasan ini juga tak jauh beda frekuensinya dengan di luar negri, hanya saja lagi-lagi karena perkembangan IPTEK, maka berita ini kini dengan mudah bisa menjadi rahasia umum dan konsumsi publik juga?- rekaman lewat hp sudah melatih teman yang hanya bisa jadi penonton berinisiatif untuk mengabadikan peristiwa, hm..latihan menjadi kameramen. Itu jika ia tidak bisa melerai, akan lebih jahat jika ia tidak ingin melerai, maka peran yang dipilih adalah menjadi provokator yang memanaskan situasi perkelahian atau pengeroyokan kedua belah pihak teman-(ayo..ayo..hajar terus sampai teler- ah, masa’ ga berani balas- sikat sikutnya!!)

Kata ahli: Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan school bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh seorang/sekelompok siswa yang memiliki kekuasaan, terhadap siswa/siswi lain yang lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Mereka kemudian mengelompokkan perilaku bullying ke dalam 5 kategori:
• Kontak fisik langsung (memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang dimiliki orang lain)
• Kontak verbal langsung (mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip)
• Perilaku non-verbal langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam; biasanya diertai oleh bullying fisik atau verbal).
• Perilaku non-verbal tidak langsung (mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).
• Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau verbal).
Miris kan..kekhawatiran kita sebagai pendidik-apakah ada anak didikku yang merasa tersakiti dan dilecehkan. Karena kalau boleh sedikit sharing, aku juga pernah jadi korban waktu SD, dampaknya aku merasa di posisi yang tersudut karena teman. Iri hati, dengki, hobi menyakiti bisa jadi pemicunya.
Dari beberapa penelitian di luar negeri, juga ditemukan perbedaan umur dan gender yang dapat mempengaruhi perilaku bullying. Pada usia 15 tahun, anak laki-laki ditemukan lebih cenderung mem-bully dengan kontak fisik langsung, sementara anak perempuan lebih cenderung mem-bully dengan perilaku tidak langsung. Namun tidak ditemukan perbedaan dalam kecenderungan melakukan bullying verbal langsung. Pada usia 18 tahun, kecenderungan anak laki-laki mem-bully dengan kontak fisik menurun tajam, dan kecenderungannya untuk menggunakan perilaku verbal langsung dan perilaku tidak langsung meningkat, meskipun anak perempuan masih tetap lebih tinggi kecenderungannya dalam hal ini.
Sebagian besar korban enggan menceritakan pengalaman mereka kepada pihak-pihak yang mempunyai kekuatan untuk mengubah cara berpikir mereka dan menghentikan siklus ini, yaitu pihak sekolah dan orangtua. Korban biasanya merahasiakan bullying yang mereka derita karena takut pelaku akan semakin mengintensifkan bullying mereka. Akibatnya, korban bisa semakin menyerap ’falsafah’ bullying yang didapat dari seniornya. Dalam skema kognitif korban yang diteliti oleh Riauskina dkk., korban mempunyai persepsi bahwa pelaku melakukan bullying karena
• Tradisi
• Balas dendam karena dia dulu diperlakukan sama (menurut korban laki-laki)
• Ingin menunjukkan kekuasaan
• Marah karena korban tidak berperilaku sesuai dengan yang diharapkan
• Mendapatkan kepuasan (menurut korban perempuan)
• Iri hati (menurut korban perempuan)
Adapun korban juga mempersepsikan dirinya sendiri menjadi korban bullying karena
• Penampilan menyolok
• Tidak berperilaku dengan sesuai
• Perilaku dianggap tidak sopan
• Tradisi
Nah, bicara soal dampak bullying, yang paling jelas terlihat adalah kesehatan fisik, seperti sakit kepala, sakit tenggorokan, flu, batuk, bibir pecah-pecah, dan sakit dada. Selain itu, dampak lain yang kurang terlihat, namun berefek jangka panjang adalah menurunnya kesejahteraan psikologis (psychological well-being) dan penyesuaian sosial yang buruk. Dari penelitian yang dilakukan Riauskina dkk., ketika mengalami bullying, korban merasakan banyak emosi negatif (marah, dendam, kesal, tertekan, takut, malu, sedih, tidak nyaman, terancam) namun tidak berdaya menghadapinya. Dalam jangka panjang emosi-emosi ini dapat berujung pada munculnya perasaan rendah diri bahwa dirinya tidak berharga.
Kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial juga muncul pada para korban. Mereka ingin pindah ke sekolah lain atau keluar dari sekolah itu, dan kalaupun mereka masih berada di sekolah itu, mereka biasanya terganggu prestasi akademisnya atau sering sengaja tidak masuk sekolah.
Yang paling ekstrim dari dampak psikologis ini adalah kemungkinan untuk timbulnya gangguan psikologis pada korban bullying, seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi, ingin bunuh diri, dan gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder). Dari 2 SMA yang diteliti Riauskina dkk., hal-hal ini juga dialami korban, seperti merasa hidupnya tertekan, takut bertemu pelaku bullying, bahkan depresi dan berkeinginan untuk bunuh diri dengan menyilet-nyilet tangannya sendiri!
Solusi
Preventif & Preseveratif: sedini mungkin, anak-anak memperoleh lingkungan yang tepat. Keluarga-keluarga semestinya dapat menjadi tempat yang nyaman untuk anak dapat mengungkapkan pengalaman-pengalaman dan perasaan-perasaannya. Orang tua hendaknya mengevaluasi pola interaksi yang dimiliki selama ini dan menjadi model yang tepat dalam berinteraksi dengan orang lain. Ortu bisa memberi penguatan atau pujian pada perilaku pro sosial yang ditunjukkan oleh anak. Kemudian dorong anak untuk mengembangkan bakat atau minatnya dalam kegiatan-kegiatan dan orang tua tetap harus berkomunikasi dengan guru jika anak menunjukkan adanya masalah yang bersumber dari sekolah.
Untuk mencegah dan menekan tindakan bullying di sekolah, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pihak sekolah, terutama di sekolah dasar sebagai lingkungan pendidikan formal pertama bagi anak. Selama ini, kebanyakan guru tidak terlalu memperhatikan apa yang terjadi di antara murid-muridnya. Sangat penting bahwa para guru memiliki pengetahuan dan ketrampilan mengenai pencegahan dan cara mengatasi bullying. Kurikulum sekolah semestinya mengandung unsur pengembangan sikap prososial dan guru-guru memberikan penguatan pada penerapannya dalam kehidupan sehari-hari di sekolah. Sekolah sebaiknya mendukung kelompok-kelompok kegiatan agar diikuti oleh seluruh siswa. Selanjutnya sekolah menyediakan akses pengaduan atau forum dialog antara siswa dan sekolah, atau orang tua dan sekolah, dan membangun aturan sekolah dan sanksi yang jelas terhadap tindakan bullying.
Kuratif: Nah, ini bagian keahlian kita kawan, bagimu yang memang beraksi untuk menjadi konselor yang ciamik. Hal yang penting adalah peka dan tanggap dengan situasi PBM (Proses Belajar Mengajar) di sekolah, cukup kondusifkah? Atau ada siswa yang tampak lesu dan tertekan-mungkin karena dia tak punya uang, dipalak tiap hari oleh kakak kelas, atau bisa jadi ada yang lebam dan memar, bukan karena dia kejatuhan bola basket waktu olahraga, ada yang sering bolos karena ketakutan di sekolah, ada yang terkunci di kamar mandi- mungkin sengaja di kunci teman sendiri?, ada keributan di tempat parkir-oh..pengeroyokan geng nero, ada yang sakit hati karena pacar direbut teman sekelas-lalu memaki?-atau bisa juga karena rebutan satu pujaan hati yang sama, aih..banyak ragam kemungkinan kasusnya.
Pakai konseling strategi apa? Sikapilah srtiap kasus itu dengan bijak. Bisa Cognitive-Behaviour Therapy-REBT, Konseling Kelompok dengan mendamaikan kedua pihak yang bertikai-konseling realita, kursi kosong, bimbingan penanaman moral kepribadian yang baik, atau cara penanganan apa pun itu sesuai apa yang kita pikir benar, efektif dan efisien.
Sampai disini dulu ulasanku, Semangat terus kawan dan Berdamailah dengan diri sendiri sebelum coba mendamaikan orang lain.
With Love,
Dian Andra R.H
dejava_18@yahoo.com
diandra-freshmind.blogspot.com


Sumber Pendukung:
Riauskina, I. I., Djuwita, R., dan Soesetio, S. R. (2005). ”Gencet-gencetan” di mata siswa/siswi kelas 1 SMA: Naskah kognitif tentang arti, skenario, dan dampak ”gencet-gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial, 12 (01), 1 – 13

Jumat, 03 April 2009

Happy People-David Niven

"Hidup Kita tuh punya TUJUAN dan MAKNA" Kita kan ga ada di dunia hanya untuk mengisi suatu tempat atau jadi pemeran tambahan dalam film yg dibintangi orang lain. Ga akan ada yang sama jika kita ga ada. Semua tempat yg kita kunjungi dan setiap orang yang kita ajak bicara, akan beda tanpa kita. Kita semua terhubung satu sama lain. Dan kita semua terpengaruh berbagai keputusan dan keberadaan orang-orang disekitar kita.

Jumat, 20 Maret 2009

wiSuda



Saat prosesi wisuda, aku ngrasa masih jadi ank kecil yang masih kurang berbekal cukup...

Minggu, 08 Maret 2009

Bahan renungan dari Fahd

1. Apa yang paling bermakna dalam hidup?
2. Apa yang akan kita lakukan bila segera setelah kita tahu apa yang semestinya kita lakukan dalam hidup tapi kita tak punya cukup waktu untuk melakukannya, sebab kita akan segera kehilangan apa yang selama ini kita sia-siakan?
3. Apa itu takdir? Bisakah kita melampaui atau memilih takdir?

silahkan dijawab sendiri, dengan sederhana saja...

Cermin

Jika kau hanya punya satu cermin dan cermin itu retak, bagaimana?
Jika selama ini dirimu harus cepat mengobati hatimu yang serasa retak berkeping-keping, bagaimana?, karena orang lain tentu tak mau peduli dengan apa yang kau rasa. Puih!!
Jika kau sedang kangeenn dengan seseorang, tapi tak mungkin tersampaikan, apakah dia juga merasa?
Bodoh.
Jika kau mengagumi seseorang, padahal kau sendiri sudah terikat komitmen untuk layak memperjuangkan apa yang patut diperjuangkan dengan seseorang lain yang setia mengisi hari-harimu, apakah kagum itu boleh?
Boleh.
Kalau ditambah mengharap?
O..o, emang mau main api, main hati, semua tersakiti, dan kamu tidak bisa berpura-pura
Jadi, mana yang kamu pilih?
Dua-duanya, kalau bisa..
Mimpi kali, mana bisa-satu saja ini masih gamang.
Ya, aku berdoa aja deh, minta kemudahan dan petunjuk.
Ikhtiarnya?
Keep on moving, entah esok, aku tak tau-hanya minta dipasangkan yang terbaik. Jodoh itu misteri, bukan?
He-eh.

Penghentak

Kawan, pernahkah dirimu belajar dari kejadian penghentak?
Ya, kejadian menghentak-mu seketika, membuatmu melakukan introspeksi kilat dan menggunakan kecerdasan interpersonal terhadap dirimu sendiri.
“Ga, lagi-lagi deh..”
“Besok, pasti ga kuulangi..”
“ups..janji..janji..janji!”
Tiap orang pasti punya pengalaman ya…
Aku sih, sering dari kecil sampai aku segede ini, sering dimarahin mama (yang doyan banget ngomelin anak-anaknya), jadilah itu sebagai insiden yang menghentak, rupa-rupa macamnya-udah teledor ngilangin kalung pas jaman SD, ngilangin dasi, topi,-terus habis gitu, dimarahin habis-habisan, karena dengan dimaeahi itu aku jadi ngrasa amat sangat bersalah, jadinya aku tulus berjanji dalam hatiku ga ngulangi lagi, bakal lebih primpen.
Kalau kejadian yang aktual-baru saja, so masih hangat-hangat tai ayam, waktu aku masih mahasiswa, dimarahi dosen pembimbing skripsi, gara-gara telat balikin buku yang aku pinjam untuk referensi. Sejak saat itu, aku janji untuk tepat waktu ngembaliin buku-buku yang aku pinjam. Baru sadar pentingnya untuk ga sekali-kali nunda-nunda ngembaliin buku orang. Pelajarannya : berhati-hatilah jika ingin pinjam buku pada dosenmu.
”Ga, lagi-lagi deh..., dan rangkaian janji pada diriku sendiri itu sudah ku tepati, seperti ngembalin buku-buku perpus (yang kebanyakan dulu aku ambil ga pake bilang-habis mepet, buat referensi sih!, kan yang penting dibalikin.)
Ada lagi kejadian kemarin- pas kecelakaan kemarin, waduh, ga lagi-lagi deh buru-buru sok dikejar-kejar waktu, makanya ga bisa mikir bener, nentang arus, dan ”Gedubbrakkk...”, harus tanggung jawab benerin motor orang yang kutabrak sekaligus motorku pula. Waduh, tekor dua belas!, mana tabungan melayang gitu aja.
Semua pengalaman itu bakal mendewasakan kita, kalau kita sadar & mau belajar. Jadi, diambil hikmahnya aja, k-lo ga gini kan ga bakalan insaf. Kita perlu warning-warning seperti ini dalam hidup.
So, what accident has been shocking you?

Senin, 16 Februari 2009

Book : Maryamah Karpov


Author : Andrea Hirata


Buku pamungkas tetralogi laskar pelangi ini, kudapat dari uda tersayang di hari ulang tahunku lebh sehari (ceritanya karena di terlalu sibuk kerja dan lupa the right time-nya).
Baru tuntas kemarin lusa (Februari 2009), karena harus mengalah pada kegiatan yang lebih penting: finishing skripsi sekaligus pendadarannya...
*
Cerita tentang perjuangan Ikal, mengejar cinta dan cita hatinya, A Ling.
*
So sweet like honey burst...,
Meski endingnya membuat pembaca sedikit berasumsi, tapi aku tau jawabnya-
Ikal kan tidak direstui sang ayah tercinta untuk meminang A Ling, padahal sudah habis semua tercurah perjuangannya hingga keliling dunia untuk bisa bertemu tambatan hatinya itu.
*
(sedikit kutipan asli untuk dihayati bersama)
Berhari-hari baru dapat kuendapkan letupan perasaan yang melambungkan itu.
Aku kemudian menjumpai kerabat-kerabat terdekat. Semuanya sepakat dan mengatakan bahwa aku akan sebahagia sepuu jauhku Arai sekarang.
”Sudah tiba waktumu, Bujang, menetaplah, mencari nafkah, berkeluarga, mulia sekali,” ujar bibiku yang terharu sampai berurai-urai air matanya.
Seminggu setelah A Ling mengatakan agar aku mencurinya dari pamannya, malam itu, kami berjanji berjumpa di pasar malam untuk naik komidi putar. Malam itu pula aku akan menyampaikan rencanaku pada ayahku. Aku berjanji untuk menyampaikan kabar gembira pada A Ling nanti jika kami bertemu di pasar malam.
Usai magrib yang senyap, Ayah duduk di kursi malasnya. Sepi. Aku menghampirinya. Ia bangkit dari kursinya. Hanya kami berdua di ruangan yang diterangi cahaya lampu minyak. Dengan hati-hati kusampaikan pada Ayah bahwa aku sudah berbicara dengan keluarga perempuan Ho Pho itu. Dengan amat cermat pula kumohon agar Ayah sudi mengizinkanku meminangnya. Kami berdiri mematung dalam jarak beberapa depa. Tiba-tiba senyap menyergap ruangan dan tubuhku dingin melihat Ayah memandangku penuh kesedihan. Ayah bergetar-getar. Ia seperti tak mampu menanggungkan perasaanya. Air matanya mengalir pelan. Napasku tercekat dan aku seolah akan runtuh karena dari pantulan cahaya lampu minyak aku melihat wajah ayahku. Matanya kosong, wajahnya pias, aku tahu, aku tahu makna wajah Ayah, bahwa ia mengatakan tidak.
Aku terkesiap. Ayah yang tak pernah mengatakan tidak untuk apa pun yang kuminta, Ayah, yang mau memetikkan buah delima di bulan untukku, telah mengatakan tidak, untuk sesuatu yang paling kuinginkan melebihi apapun. Ayah mengepalkan tangannya erat-erat untuk menguatkan dirinya. Air matanya mengalir deras sampai berjatuhan ke lantai. Tak pernah seumur hidupku melihatnya menangis. Aku tak mampu berkata-kata. Ruh seperti tercabut dari jasadku. Aku terkulai.
-
Aku membawa apa pun yang dapat kubawa dalam sebuah karung kecampang. Lapangan Padang Bulan telah kosong ketika aku tiba. Pasar malam telah redup, komidi tak lagi berputar, lampu-lampunya telah dimatikan. Yang terdengar hanya suit angin.
Di tengah hamparan ilalang, A Ling berdiri sendirian menungguku. Kami hanya diam, tapi A Ling tahu apa yang telah terjadi. Ia terpaku lalu luruh. Ia bersimpuh dan memeluk lututnya. Matanya semerah saga. Ia sesenggukan sambil meremas ilalang tajam. Seakan ia tak rasakan darah mengucur di telapaknya. Ia menarik putus kalungnya, menggulung lengan bajunya, dan memperlihatkan rajah kupu-kupu hitam di bawah sinar bulan. Kukatakan padanya bahwa aku takkan menyerah pada apa pun untuknya dan akan ada lagi perahu berangkat ke Batuan. Kukatakan padanya, aku akan mencurinya dari pamannya dan melarikannya. Aku akan membawanya naik perahu itu dan kami akan melintasi Selat Singapura.
Perlahan awan kelabu di langit turun menjadi titik gerimis. Butirnya yang lembut serupa tabir putih menyelimuti tubuh kami.
*
Menurutku, karena laki-laki adalah imam, maka ia punya kehendak bebas akan niat yang dianggap baik untuknya. Bukan durhaka pada orangtua, akan tetapi memperjuangkan apa yang layak diperjuangkan baginya.
Seperti sikap Ikal pulakah yang akan menjadi lelaki-ku kelak? ;-D