Senin, 16 Februari 2009

Book : Maryamah Karpov


Author : Andrea Hirata


Buku pamungkas tetralogi laskar pelangi ini, kudapat dari uda tersayang di hari ulang tahunku lebh sehari (ceritanya karena di terlalu sibuk kerja dan lupa the right time-nya).
Baru tuntas kemarin lusa (Februari 2009), karena harus mengalah pada kegiatan yang lebih penting: finishing skripsi sekaligus pendadarannya...
*
Cerita tentang perjuangan Ikal, mengejar cinta dan cita hatinya, A Ling.
*
So sweet like honey burst...,
Meski endingnya membuat pembaca sedikit berasumsi, tapi aku tau jawabnya-
Ikal kan tidak direstui sang ayah tercinta untuk meminang A Ling, padahal sudah habis semua tercurah perjuangannya hingga keliling dunia untuk bisa bertemu tambatan hatinya itu.
*
(sedikit kutipan asli untuk dihayati bersama)
Berhari-hari baru dapat kuendapkan letupan perasaan yang melambungkan itu.
Aku kemudian menjumpai kerabat-kerabat terdekat. Semuanya sepakat dan mengatakan bahwa aku akan sebahagia sepuu jauhku Arai sekarang.
”Sudah tiba waktumu, Bujang, menetaplah, mencari nafkah, berkeluarga, mulia sekali,” ujar bibiku yang terharu sampai berurai-urai air matanya.
Seminggu setelah A Ling mengatakan agar aku mencurinya dari pamannya, malam itu, kami berjanji berjumpa di pasar malam untuk naik komidi putar. Malam itu pula aku akan menyampaikan rencanaku pada ayahku. Aku berjanji untuk menyampaikan kabar gembira pada A Ling nanti jika kami bertemu di pasar malam.
Usai magrib yang senyap, Ayah duduk di kursi malasnya. Sepi. Aku menghampirinya. Ia bangkit dari kursinya. Hanya kami berdua di ruangan yang diterangi cahaya lampu minyak. Dengan hati-hati kusampaikan pada Ayah bahwa aku sudah berbicara dengan keluarga perempuan Ho Pho itu. Dengan amat cermat pula kumohon agar Ayah sudi mengizinkanku meminangnya. Kami berdiri mematung dalam jarak beberapa depa. Tiba-tiba senyap menyergap ruangan dan tubuhku dingin melihat Ayah memandangku penuh kesedihan. Ayah bergetar-getar. Ia seperti tak mampu menanggungkan perasaanya. Air matanya mengalir pelan. Napasku tercekat dan aku seolah akan runtuh karena dari pantulan cahaya lampu minyak aku melihat wajah ayahku. Matanya kosong, wajahnya pias, aku tahu, aku tahu makna wajah Ayah, bahwa ia mengatakan tidak.
Aku terkesiap. Ayah yang tak pernah mengatakan tidak untuk apa pun yang kuminta, Ayah, yang mau memetikkan buah delima di bulan untukku, telah mengatakan tidak, untuk sesuatu yang paling kuinginkan melebihi apapun. Ayah mengepalkan tangannya erat-erat untuk menguatkan dirinya. Air matanya mengalir deras sampai berjatuhan ke lantai. Tak pernah seumur hidupku melihatnya menangis. Aku tak mampu berkata-kata. Ruh seperti tercabut dari jasadku. Aku terkulai.
-
Aku membawa apa pun yang dapat kubawa dalam sebuah karung kecampang. Lapangan Padang Bulan telah kosong ketika aku tiba. Pasar malam telah redup, komidi tak lagi berputar, lampu-lampunya telah dimatikan. Yang terdengar hanya suit angin.
Di tengah hamparan ilalang, A Ling berdiri sendirian menungguku. Kami hanya diam, tapi A Ling tahu apa yang telah terjadi. Ia terpaku lalu luruh. Ia bersimpuh dan memeluk lututnya. Matanya semerah saga. Ia sesenggukan sambil meremas ilalang tajam. Seakan ia tak rasakan darah mengucur di telapaknya. Ia menarik putus kalungnya, menggulung lengan bajunya, dan memperlihatkan rajah kupu-kupu hitam di bawah sinar bulan. Kukatakan padanya bahwa aku takkan menyerah pada apa pun untuknya dan akan ada lagi perahu berangkat ke Batuan. Kukatakan padanya, aku akan mencurinya dari pamannya dan melarikannya. Aku akan membawanya naik perahu itu dan kami akan melintasi Selat Singapura.
Perlahan awan kelabu di langit turun menjadi titik gerimis. Butirnya yang lembut serupa tabir putih menyelimuti tubuh kami.
*
Menurutku, karena laki-laki adalah imam, maka ia punya kehendak bebas akan niat yang dianggap baik untuknya. Bukan durhaka pada orangtua, akan tetapi memperjuangkan apa yang layak diperjuangkan baginya.
Seperti sikap Ikal pulakah yang akan menjadi lelaki-ku kelak? ;-D

1 komentar:

Senoaji mengatakan...

wahhh aku dah siapin kuda diempang buat mencuri mu, tapi kayaknya salah sasaran aku nyuri sarung si engkong yang biasa nongkrong, wahhh gak jadi yoi2an neh padahal kuda aku sewa empat ketip buat melarikan dirimu PLOK! PLOK! PLOK!

dan akhirnya yang ku peroleh adalah rajah ukuran sendal di pipi dan jidatku, lalu ku pamerkan kepada rembulan. dan rembulan pun cekikikan. wadoohhh!!!

xixixixixi