Minggu, 05 Juni 2011

MINDSET- Rhenald Kasali

Setiap terlibat dalam proses transformasi, saya selalu bertemu dg 2 kelompok yg berbeda: penerima dan penentang. Semula saya menduga, para penentang adalah orang-orang yg kalah, tersingkirkan, dan maaf, kurang pandai. Tetapi, belakangan saya menemukan, orang-orang yg sangat diuntungkan oleh perubahan dan sangat pandai ternyata jg bisa bergabung dg penentang bagi perubahan yg baik. Demikian pula sebaiknya.
Tidak sulit bagi saya membaca pikiran keduanya. Sebab, hampir setiap hari Rumah Perubahan membawa titipan 2 kelompok itu. Objektifnya sederhana saja: ganti kaset. Teman-teman saya menambahkan: ganti kaset, banting setir. Persis seperti diucapkan para santri di sebuah pesantren di Lamongan.
Seperti computer yg harus di-setting sebelum dipakai, otak manusia dalam menghadapi perubahan rupanya harus diset ulang. Tentu bukan sekedar setting-an margin atas-bawah atau kiri-kanan, melainkan setting-an berpikirnya.
Kata para ahli, mindset adalah set of assumption. Jadi, ia terdiri atas asumsi-asumsi yg dianut seseorang dan sudah tidak cocok dg kebutuhan yg baru. Dalam banyak hal, mereka terkurung pikiran-pikiran dan anggapan-anggapannya sendiri.
Melalui rangkaian proses terapi selama 2-3 hari, kami menyetel ulang. Tentu saja, orang-orang ini harus dibawa ke titik nol lebih dahulu, dikosongkan dari pikiran-pikiran lamanya. Tetapi, proses mengisinya tidak bisa dilakukan secara konvensional. Melalui rangkaian proses bermain dan melatih muscle memory (myelin), pikiran-pikiran baru itu ditata ulang.
Tentu saja, tidak semua orang siap berubah. Tetapi, orang-orang yg mau berubah pasti akan menemukan settingan baru. Seperti kata ahli perilaku Carol Dweck dari Stanford, kami mengamati 2 jenis mindset. Yaitu, growth mindset yg siap berubah dan fixed mindset yg merasa sudah selesai.
Saya sering mengatakan, orang bodoh tak akan selamanya bodoh. Demikian pula orang pintar. Pengamatan saya sela 25 tahun lebih berkarir di kampus, ada orang yg dulunya bodoh menjadi pintar dan ada orang pintar yg berubah menjadi bodoh.
Para Penentang
Aneh sekali, para penentang perubahan biasanya terdiri atas orang-orang yg merasa dirinya pintar. Ternyata, mereka benar-benar pintar berbicara, pandai member argumentasi. Masalahnya, menurut Bu Dweck, mereka itu masuk dalam kategori fixed mindset dg cirri-ciri sebagai berikut.
Pertama, tingkat kecerdasan mereka, meski tinggi, ternyata statis. They are all the way they are. Ingin terlihat hebat, tetapi sebenarnya mereka mudah menyerah dalam menghadapi tantangan baru. Mereka ingin tetap berada pada hal-hal yg sudah mereka kuasai. Upaya-upaya belajar tidak ada dan sangat sensitife kritik. Keberhasilan orang lain lebih dilihat sebagai ancaman.
Hal itu berbeda benar dg orang-orang yg cepat beradaptasi menerima hal-hal baru (growth mindset). Meski sekolahnya dulu tak seberapa pintar, kecerdasan mereka dapat dikembangkan dan dilatih karena mereka terbuka terhadap masukan-masukan dan kritik.
Bagi mereka, kalau ada tantangan baru, hal itu justru merupakan kesempatan bagus untuk membuat diri menjadi lebih unggul pada bidang-bidang baru dan kegagalan adalah peluang untuk belajar, bukan akhir dari segala-galanya. Bila gagal, citra mereka tidak merasa terganggu. Bekerja lebih keras adalah jalan menjadi orang hebat. Kalau ada orang lain yg berhasil, mereka akan dijadikan kawan, bukan ancaman. Dari orang-orang hebat itulah, mereka bias berubah menjadi lebih hebat.
Kemampuan Anda mendeteksi dan menerapi 2 tipe manusia itu akan menjadi kunci sukses bagi setiap pemimpin perubahan. Apalagi bila Anda tahu cara mengubah kelompok fixed mindset menjadi growth mindset. Orang-orang yg menghambat perubahan bukanlah orang yg kurang pandai, melainkan terkurung oleh cara berpikirnya sendiri.
Demikian pula dalam membesarkan anak-anak kita. Anak-anak yg berhasil menemukan potensinya bukanlah anak-anak yg IQ-nya atau indeks prestasinya tinggi. Melainkan, apakah mindset-nya terbuka atau tertutup, mengembang atau menguncup. Tugas kita bukan membuat seseorang menjadi hebat sesaat, melainkan tumbuh berkembang, menemukan pintu masa depan dan beradaptasi dg perubahan. (*)

*) guru besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, pakar bisnis dan strategi.

Tidak ada komentar: